Senin, 02 Februari 2009

PENYAKIT JIWA DAN PENANGGULANGANNYA (DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN)

PENYAKIT JIWA DAN PENANGGULANGANNYA (DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN)



I. PENDAHULUAN

Semenjak adanya mahluk yang berfikir yaitu manusia, maka dia terus menerus berusaha menyingkap rahasia yang meliputi dirinya dan mencari tahu siapakah yang kuasa menciptakan alam ini, yang rumit susunannya, penuh dengan benda-benda yang menakjubkan.

Manusia mengamati segala peristiwa yang menyangkut isi alam dan didapatinya, bahwa selalu ada perubahan dan peredaran, selalu silih berganti dan berubah, tidak ada yang tetap dan kekal.[1] Melalui observasi, eksperimen dan perhitungan manusia mendapatkan bahwa dunia penuh dengan keteraturan. Didalamnya ada hubungan-hubungan yang pasti antara unsur-unsur dan fenomenanya yang diatur oleh hukum-hukum yang pasti dan kokoh. Eksistensi keteraturan yang sistematis tersebut begitu pasti sifatnya sehingga tidak ada satupun kejadian alam yang tidak terencana atau tidak ada kaitannya dengan fenomena lainnya.[2] 

Al-Qur’an sebagai sumber dasar untuk mengetahui wawasan Islam atas dunia, berulang kali menyebutkan tanda-tanda Allah dan menuntut manusia untuk memikirkannya, dan melalui itu mengetahui sumber eksistensinya, yaitu Allah.[3]

Kitab suci al-Qur’an mengajak orang arif, orang yang berfikir, dan orang yang waspada untuk merenungkan secara mendalam dunia ini dan keajaiban-keajaiban dan bahkan untuk merenungkan peristiwa-peristiwa alamiah dan sebab-sebabnya agar dapat memperoleh pengetahuan tentang Yang Maha Kuasa, Yang Maha Tahu, Yang Maha Arif, dan Pencipta Yang Maha Esa Pengasih. Ayat-ayat al-Qur’an sebagian dimaksudkan untuk menyadarkan manusia dan menarik perhatian manusia pada isu-isu yang muncul setelah eksistensi pencipta seperti tidak bersekutu. Pengetahuan dan kekuasaan tidak terbatas, kearifan hati, dan sifat-sifat lain, khususnya kekuasaan untuk membangkitkan kembali manusia dari kematiannya, kemudian memberi manusia kehidupan abadi dan selama kehidupan inilah manusia akan mendapat pahala atau hukuman selaras dengan kehidupan yang dijalaninya di bumi.

Manusia yang akrab berteman dengan fenomena alam semesta adalah manusia yang banyak mendapatkan kemudahan dan kenikmatan dari alam semesta itu sendiri. Pemahaman yang kontekstual, holistik, komprehensif tentang perilaku alam semesta menjadikan manusia semakin memahami makna kehidupan dengan berbagai aspeknya yang bersifat multidimensional.[4]

Al Qur’an menjawab perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berdampak pada kehidupan masyarakat? Terhadap perubahan sosial tersebut yang sering diiringi oleh ketidakpastian fundamental di bidang hukum, norma, moral dan nilai kehidupan, tidak semua orang mampu menyesuaikan diri, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan dapat jatuh sakit karenanya.

Dalam hal ini akan dikupas berbagai permasalahan kehidupan manusia; khususnya yang menyangkut kesejahteraan hidup dari sudut pandang ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) dan kesehatan jiwa dengan merujuk pada Al Qur’an dan Al Hadits. Atas dasar Al Qur’an dan Al Hadits itulah, permasalahan kehidupan manusia di zaman modern ini seperti stres, kehidupan berumah tangga, aids, NAZA (Narkotika, Alkohol, Zat Adiktif) dan lain sebagainya. Namun yang menjadi pokok bahasan di sini adalah masalah stres, sumber, akibat, reaksi serta penanggulangannya.



II. PEMBAHASAN

A. Stres

Hidup manusia ditandai oleh usaha-usaha pemenuhan kebutuhan, baik fisik, mental-emosional, material maupun spiritual. Bila kebutuhan dapat dipenuhi dengan baik, berarti tercapai keseimbangan dan kepuasan. Tetapi pada kenyataannya seringkali usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut mendapat banyak rintangan dan hambatan. 

Tekanan-tekanan dan kesulitan-kesulitan hidup ini sering membawa manusia berada dalam keadaan stress. Stress dapat dialami oleh segala lapisan umur. 

Stress dapat bersifat fisik, biologis dan psikologis. Kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh manusia menimbulkan stress biologis yang menimbulkan berbagai reaksi pertahanan tubuh. Sedangkan stress psikologis dapat bersumber dari beberapa hal yang dapat menimbulkan gangguan rasa sejahtera dan keseimbangan hidup.[5] 

B. Sumber stres

Sumber stress dapat digolongkan dalam bentuk-bentuk: [6]

1. Krisis 

Krisis adalah perubahan/peristiwa yang timbul mendadak dan menggoncangkan keseimbangan seseorang diluar jangkauan daya penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di bidang usaha, hubungan keluarga dan sebagainya. 

2. Frustrasi 

Frustrasi adalah kegagalan dalam usaha pemuasan kebutuhan-kebutuhan/dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frustrasi timbul bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan (dari luar: kelaparan, kemarau, kematian, dan sebagainya dan dari dalam: lelah, cacat mental, rasa rendah diri dan sebagainya) yang menghambat kemajuan suatu cita-cita yang hendak dicapainya. 

3. Konflik 

Konflik adalah pertentangan antara 2 keinginan/dorongan yaitu antara kekuatan dorongan naluri dan kekuatan yang mengendalikan dorongan-dorongan naluri tersebut. 

4. Tekanan 

Stress dapat ditimbulkan tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya. (Dari dalam diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga, dan sebagainya dan dari luar: istri yang terlalu menuntut, orang tua yang menginginkan anaknya berprestasi). 

C. Akibat stres

Akibat stress tergantung dari reaksi seseorang terhadap stress. Umumnya stress yang berlarut-larut menimbulkan perasaan cemas, takut, tertekan, kehilangan rasa aman, harga diri terancam, gelisah, keluar keringat dingin, jantung sering berdebar-debar, pusing, sulit atau suka makan dan sulit tidur). Kecemasan yang berat dan berlangsung lama akan menurunkan kemampuan dan efisiensi seseorang dalam menjalankan fungsi-fungsi hidupnya dan pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai macam gangguan jiwa.[7]

D. Reaksi terhadap stres

Reaksi seseorang terhadap stress berbeda-beda tergantung dari:

1. Tingkat kedewasaan kepribadian

2. Pendidikan dan pengalaman hidup seseorang 

Reaksi psikologis yang mungkin timbul dalam menghadapi stress:

1. Menghadapi langsung dengan segala resikonya.

2. Menarik diri dan tak tahu menahu tentang persoalan yang dihadapinya/lari dari kenyataan.

3. Menggunakan mekanisme pertahanan diri. 

E. Penanggulangan stres

1. Mengenal dan menyadari sumber-sumber stress. 

2. Membina kedewasaan kepribadian melalui pendidikan dan pengalaman hidup. 

3. Mengembangkan hidup sehat. Antara lain dengan cara: merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, tidak tergesa-gesa ingin mencapai keinginannya, menyadari perbedaan antara keinginan dan kebutuhan, dan sebagainya. 

4. Mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala sesuatu yang terjadi dengan tetap beriman kepada-Nya. 

5. Minta bimbingan kepada sahabat dekat, orang-orang yang lebih dewasa, psikolog, orang yang dewasa rohaninya, dan sebagainya). 

6. Hindarkan sikap-sikap negatif antara lain: memberontak terhadap keadaan, sikap apatis, marah-marah. Hal-hal tersebut tidak menyelesaikan masalah tetapi justru membuka masalah baru. 

F. Terapi Penanggulangan Stres

Firman Allah surat Yunus ayat 57 :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ {57}

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

Istilah stres, cemas dan depresi seringkali digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sedang mengalami problem kehidupan (stresor psikososial) yang dapat berdampak pada gangguan fungsi organ tubuh dan mental emosional. Ketiga istilah tersebut seringkali batasannya tidak jelas dan tumpang tindih. 

Dalam psikiatri dikenal bentuk terapi yang disebut terapi holistic. Dalam terapi holistic dimaksudkan bentuk terapi yang tidak hanya menggunakan obat dan ditujukan hanya kepada bentuk gangguan jiwanya saja, melainkan juga mencakup aspek-aspek lain dari pasien. Terapi holistic adalah bentuk terapi yang memandang pasien secara keseluruhan (sebagai manusia seutuhnya).[8]

Dalam hal terapi pada gangguan stres pada gangguan stres dapat diberikan terapi yang meliputi :

1. Psikoterapi psikiatrik

2. Psikoterapi keagamaan

3. Psikofarmaka

4. Terapi somatic

5. Terapi relaksasi

6. Terapi perilaku[9]


III. KESIMPULAN

Kehidupan manusia berkisar antara kesuksesan, prestasi, kesenangan, kegembiraan dan kegagalan, penderitaan, dan kecemasan. Banyak penderitaan dan kegagalan dapat dicegah atau diobati, tentu saja dengan upaya keras. Jelaslah, manusia ber­tanggungjawab menundukkan alam dan mengubah kemalangan hidup menjadi keberuntungan hidup. Namun demikian, banyak kejadian pahit tak dapat dicegah atau juga tak dapat ditentang. Misal, ambil contoh usia lanjut. Berangsur-angsur orang pasti berusia lanjut dan pasti mengalami kemerosotan kondisi jasmani akibat usia lanjut. Usia lanjut, kemunduran kondisi tubuh dan penyakit membuat hidup orang lanjut usia terasa sulit. Takut mati dan takut mewariskan dunia fana ini kepada orang lain selalu terasa menyakitkan hati. 

Al-Qur’an mengajak manusia untuk mengetahui dan memahami pesan moral yang hakiki melalui penelitian dan observasi terhadap fenomena alam semesta yang penuh rahasia dan keajaiban, dan akhirnya membawa jiwa manusia membayangkan keagungan dan kemegahan penciptanya, yaitu Allah.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul G. Djapri, Mengintai Alam Metafisika, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1985.

Bahesty dan Bahonar, Dasar Pemikiran Filsafat Islam dalam al-Qur'an, Risalah Masa, Jakarta, 1991.

Dadang Hawari, al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT Dana Bhakti Primayasa, Yogyakarta, 1997.

Lukman Saksono, Panca Daya dalam Empat Dimensi Filsafat, PT. Grafikatama Jaya, Jakarta, 1993.

http://www.angelfire.com/mt/matrixs/psikologi.htm#Mengenal%20Schizophrenia



[1] Abdul G. Djapri, Mengintai Alam Metafisika, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1985, hlm. 16

[2] Bahesty dan Bahonar, Dasar Pemikiran Filsafat Islam dalam al-Qur'an, Risalah Masa, Jakarta, 1991, hlm. 46

[3] Ibid, hlm. 54.

[4] Lukman Saksono, Panca Daya dalam Empat Dimensi Filsafat, PT. Grafikatama Jaya, Jakarta, 1993, hlm. 192

[5] http://www.angelfire.com/mt/matrixs/psikologi.htm#Mengenal%20Schizophrenia

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Dadang Hawari, al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT Dana Bhakti Primayasa, Yogyakarta, 1997, cet.VII, hlm. 66-67

[9] Ibid., hlm. 67
Posted by Ibnu at 07:51 0 comments 
Labels: Psikoterapi, Tasawuf 
PENTINGNYA PSIKIATER MEMAHAMI JIWA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN ATAU AGAMA



A. PENDAHULUAN

Sesungguhnya dalam kitab suci setiap agama banyak sekali terdapat ayat-ayat yang berkenaan dengan proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam al-Qur’an misalnya, banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang yang beriman dan sebaliknya orang kafir, setiap tingkah laku do’a-do’a, bahkan mengenai kesehatan mentalpun, banyak terdapat ayat-ayat yang berbicara tentang penyakit dan gangguan kejiwaan, serta kelainan-kelainan sifat yang terjadi karena kegoncangan kepercayaan dan sebagainya. Di samping itu dapat pula ditemukan ayat-ayat yang berbicara tentang perawatan jiwa.[1]


B. PEMBAHASAN

1. Pengertian al-Qur’an dan Jiwa

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an menurut tata bahasa adalah masdar. Raghib Asfahani mengatakan :

قَالَ الرَّاغِبُ اْلاَصْقَهَانِى فِىالْمُفْرَدَاتِ : اَلْقُرْآنُ فِىاْلاَصْلِ مَصْدَرٌ نَحْوَ كُفْرَانٍ وَرَجْحَانٍ.

Artinya : “Berkata Raghib Asfahani pada kitab “mufradaat” kata-kata al-Qur’an menurut asal adalah masdar seperti kufran, rujhan”.

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa al-Qur’an adalah masdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul yaitu yang dibaca. Penamaan kitab al-Qur’an merupakan nama khusus bahwa al-Qur’an yang mengandung semua ilmu pengetahuan, peraturan-peraturan, pelajaran dan sebagainya harus dibaca dan dipelajari. Sebab dengan membaca dan mempelajarinya akan dapat diambil isi kandungannya dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan al-Qur’an menurut istilah adalah beberapa pendapat ulama, di antaranya :

Hasbi ash-Shiddieqy mengatakan bahwa al-Qur’an itu ialah wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah disampaikan kepada kita umatnya dengan jalan mutawatir yang dihukum kafir orang yang mengingkarinya.

A. Hanafi mengatakan, al-qur’an ialah kumpulan firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan dinukilkan dengan jalan mutawatir dan dengan bahasa Arab.[2]

Dalam pengertian yang lain al-Qur’an adalah sebuah dokumen untuk umat manusia.[3] Al-Qur’an juga kitab tentang masa lalu, masa kini dan masa depan yang mampu memberikan petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan “diri” dalam rangka mengenal hakikat ciptaan Allah Swt. Al-Qur’an mengisyaratkan formula kehidupan manusia yang penuh dengan perjuangan (baik struktural maupun kultural) guna meraih kesempurnaan dan keridlaan Allah Swt. Dalam perjuangannya itu manusia kadangkala melakukan kesalahan-kesalahan dikarenakan pada dasarnya mereka itu diciptakan sebagai makhluk yang lemah.[4]

Di antara karunia Allah kepada umat manusia ialah, manusia itu diberi fitratus salimah (hati nurani) yang tentram ke dalam jiwa orang untuk menuntun manusia ini ke arah yang baik dalam mendayungkan bahtera hidupnya. Fitrah inilah yang menuntun hidup seseorang. Di antara zaman fitrah (kekosongan Rasul) Allah mengutus seorang Rasul yang membawa kitab dari Allah Swt.[5]

b. Jiwa 

Dalam bahasa sehari-hari, orang sering membaurkan pengertian antara jiwa dan ruh. Kadang orang berkata, bahwa ruh si fulan naik, atau ruhnya menghendaki sesuatu, atau ruhnya di siksa atau ruhnya was-was, gelisah, tenang, resah, susah, putus asa, atau yang lebih sadis lagi dikatakan ruhnya seperti ruh iblis. Semua itu perumpamaan yang keliru. Semua itu adalah hal-ihwal jiwa, dan bukan ruh. Dan sesungguhnya yang keluar dari tubuh manusia di saat dia mati dan di saat dia dikeluarkan dari kuburnya pada hari kiamat adalah jiwa, dan bukan ruhnya. Berkatalah malaikat dalam al-Qur’an kepada orang yang penuh dosa, di saat dicabut jiwanya. Jadi yang merasakan mati itu jiwa, bukan ruh. Allah berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِـقَةُ الْمَـوْتِ {ال عمران : 185}

“Tiap-tiap jiwa akan mengalami mati” (Ali Imron : 185)

Jiwa merasakan kematian tetapi tidak mati. Dia merasakan kematian pada saat keluar dari badan. Jiwa itu terlebih dulu sudah ada sebelum dilahirkan, dan dia akan tetap ada selama ada kehidupan. Demikian pula ia akan tetap ada sesudah mati. Allah berfirman dalam surat al-A’raaf ayat : 172.[6]

Itulah kesaksian jiwa akan Rububiah Allah, sehingga seseorang kelak tidak akan diterima alasannya, bahwa ia menjadi kafir disebabkan ayahnya juga kafir. Itulah satu fenomena kehadiran jiwa sebelum diberi tubuh dan dilahirkan di dunia. Tak seorang pun bisa berasalan, “Aku kufur karena ayahku juga kufur”.

Sebetulnya setiap jiwa telah menyaksikan sendiri dengan kesaksian yang jelas tentang sifat Rububiah Allah Swt. Dengan demikian, setiap diri telah memiliki hakikat pengertian, bahwa konsep dasar Rububiah telah ada sebelum ia dilahirkan. Sekali lagi, bahwa ruh itu tidak pernah was-was, tidak berkehendak, tidak bisa disebut dekaden, tidak resah, tidak sedih, tidak merasa disiksa dan tidak tahu apa itu yang dinamakan kejatuhan atau kebangkitan. Itu semua pengalaman jiwa, bukan ruh. Al-Qur’an menjelaskan :

...وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنفُسُهُمْ وَظَنُّواْ أَن لاَّ مَلْجَأَ مِنَ اللهِ... {التوبة : 118}

“…dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah”. (QS. At-Taubah : 118)

Di dalam al-Qur’an, jiwa itulah yang tertuduh dengan tuduhan-tuduhan kebakhilan, was-was, ragu, jujur, dan cenderung kepada perbuatan buruk. Namun ia pun mampu menjadi bersih. Maka ada sifat lawwamah, muthmainnah, radhiah dan mardhiah.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. اِرْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً. فَادْخُلِي فِي عِبَادِي. وَادْخُلِي جَنَّتِي {الفجر : 27-30}

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku”. (QS. Al-Fajr : 27-30)[7]


2. Kesehatan Jiwa dan Agama

Firman Allah dalam surah Fushshilat ayat 44 :

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء {فصّلت : 44}

“Katakanlah: "Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin”. (QS. Fushshilat : 44)

Dari semua cabang ilmu kedokteran, maka cabang ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) dan kesehatan jiwa (mental health) adalah yang paling dekat dengan agama, bahkan di dalam mencapai derajat kesehatan yang mengandung arti keadaan kesejahteraan (well being) pada diri manusia, terdapat titik temu antara kedokteran jiwa / kesehatan jiwa di satu pihak dan agama di lain pihak.

Organisasi kesehatan se-dunia (WHO, 1959) memberikan kriteria jiwa atau mental yang sehat, adalah sebagai berikut :

- Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk baginya.

- Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya

- Merasa lebih puas memberi daripada menerima

- Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan

- Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran untuk di kemudian hari

- Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

- Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

WHO (1984) telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologik dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti spiritual / agama (empat dimensi sehat : bio–psiko–sosio–spiritual).

Perhatian ilmuwan di bidang kedokteran umumnya dan kedokteran jiwa (psikiatri) khususnya terhadap agama semakin besar. Tindakan kedokteran tidak selamanya berhasil, seorang ilmuwan kedokteran berkata: Dokter yang mengobati tetapi Tuhan yang menyembuhkan. Pendapat ilmuwan tersebut sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Saw sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad (dari Jabir bin Abdullah r.a) sabdanya :

لِكُـلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَـاِذَا اُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرِأَ بِـإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَـلَّ. {اخرجه مسلم}

“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu, akan sembuh”.[8]



3. Pendekatan Agama pada Gangguan Jiwa

Dalam hubungan antara agama dan kesehatan jiwa, Cancellaro, Larson, dan Wilson (1982) telah melakukan penelitian terhadap tiga kelompok, yaitu :

a. Kronik alkoholik

b. Kronik drug addict

c. Schizophrenia 

Ketiga kelompok tadi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari kelompok gangguan jiwa dan kelompok kontrol ini yang hendak diteliti adalah riwayat keagamaan mereka (religious histories).

Hasil penelitiannya sungguh mengejutkan, bahwa ternyata pada kelompok kontrol lebih konsisten dalam keyakinan agamanya dan pengamalannya, bila dibandingkan dengan ketiga kelompok tersebut di atas. Temuan ini menunjukkan bahwa agama dapat berperan sebagai pelindung dari pada sebagai penyebab masalah (religion may have been protective than problem producing).[9]

4. Ilmu Pengetahuan Agama bagi Dokter Ahli Jiwa

a. Psikiatri dan Agama

Pentingnya faktor agama / psikoreligius di bidang psikiatri dan kesehatan jiwa, dapat kita lihat dari pernyataan Prof. Daniel X. Freedman mantan ketua umum APA, guru besar di UCLA dan selaku editor “Archives of General Psychiatry” antara lain beliau mengatakan bahwa di dunia ini ada 2 lembaga besar yang berkepentingan dengan kesehatan manusia, yaitu profesi kedokteran di mana kedokteran jiwa (psikiatri) merupakan salah satu cabang ilmu dan lembaga keagamaan. Lembaga ini dapat bekerjasama secara konstruktif dan merupakan potensi guna peningkatan taraf kesejahteraan dan kesehatan jiwa baik secara perorangan maupun kelompok masyarakat.

Manfaat pendekatan keagamaan / psikoreligius di bidang pelayanan kesehatan jiwa, oleh para pakar antara lain dr. D.B. Larson, dkk, dalam berbagai penelitiannya, menyimpulkan antara lain bahwa di dalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai sesuatu kekuatan jangan diabaikan begitu saja.[10]

b. Manfaat pengetahuan agama bagi psikiater

Adapun obyektif kurikulum agama dalam pendidikan psikiatri ini adalah calon psikiater mampu mengenali betapa pentingnya pengetahuan agama sebagai bagian dari pelatihan didaktik oleh calon psikiater. Pemahaman psikodinamik penghayatan keagamaan pasien ini amat penting agar psikiater tidak salah diagnosa serta terapinya.

Kritik yang sering dikeluhkan oleh pasien adalah bahwa pada umumnya psikiater lebih senang hanya memberikan obat, obat dan sekali lagi obat, dan kurang memperhatikan akan kebutuhan pasien terhadap waktu untuk konsultasi, sehingga pasien merasa kurang puas terhadap pelayanan yang diterimanya. Bahkan sebagian orang berpendapat bahwa dokter tidak lebih dari “tukang obat”. Tidak jarang pasien dengan keluhan-keluhan kejiwaan yang berkaitan dengan problem psikoreligius / spikospiritual tidak dapat ditangani oleh psikiater karena pengetahuan psikiater terhadap bidang ini masih minim. Sehingga banyak di antara pasien-pasien ini yang meminta tolong ke “orang pintar” dukun, bahkan ke paranormal.

Oleh karenanya tidak mengherankan kalau “stigma” terhadap psikiater sukar dihilangkan, yaitu seolah-olah psikiater itu hanya mengobati pasien yang “gila” (psikosis) saja khususnya gangguan jiwa skizofrenia.[11]



C. KESIMPULAN

Dari sini kita bisa menarik pemahaman, bahwa hakikat insan itu adalah “jiwa-Nya” yang dilahirkan, yang dimatikan, yang dihidupkan kembali untuk dimintai tanggung jawabnya. Sedang jasad dan ruh keduanya adalah sekedar lapangan, sebagaimana bumi dan untuk menampakkan kapasitas dan abilitasnya (kemampuan dalam pula dan luarnya). Sebagaimana Allah memberi jiwa itu tubuh, demikian pula memberinya ruh untuk hidup berkarya dan bisa mengungkapkan rahasia-rahasianya dan eksistensinya, serta kebaikan dan keburukannya. Sedangkan dalam kedokteran, tindakan dokter / psikiater tidak selamanya berhasil karena dokter hanya yang mengobati tetapi Tuhan yang menyembuhkan.


D. PENUTUP

Demikian makalah yang dapat pemakalah paparkan, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, dikarenakan keterbatasan referensi dan pengetahuan yang kami peroleh. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.




DAFTAR PUSTAKA

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 2005.

Drs. Dalizar, Konsep al-Qur’an tentang Hak-Hak Asasi Manusia, Pustaka al-Husna, Jakarta, 1987.

Dr. Musthafa Mahmoud, al-Qur’an dan Alam Kehidupan, Pustaka Mantiq.

Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Amanah Bunda Sejahtera, Solo.

Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, Penerbit Pustaka, Bandung, 1996.

M. Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik al-Qur’an, Gugus Pres, Bekasi, 2002.

Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, alih bahasa : Halimuddin, SH, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993.



[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 2005, hal. 16

[2] Drs. Dalizar, Konsep al-Qur’an tentang Hak-Hak Asasi Manusia, Pustaka al-Husna, Jakarta, 1987, hal. 11-12

[3] Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, Penerbit Pustaka, Bandung, 1996, hal. 1.

[4] M. Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik al-Qur’an, Gugus Pres, Bekasi, 2002, hal. 281.

[5] Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, alih bahasa : Halimuddin, SH, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 7

[6] Dr. Musthafa Mahmoud, al-Qur’an dan Alam Kehidupan, Pustaka Mantiq, hal. 34-35

[7] Ibid., hal. 36-39

[8] Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Amanah Bunda Sejahtera, Solo, hal. 11-13

[9] Ibid., hal. 15-16

[10] Ibid., hal. 25

[11] Ibid., hal. 27-28
Posted by Ibnu at 07:49 0 comments 
Labels: Psikoterapi, Tasawuf 
MENGATASI DEPRESI 



(HILANG INGATAN AKIBAT TRAUMA)




1. IDENTIFIKASI

Suwaebah, 20 tahun, seorang TKW berasal dari desa Galirek Mangkangkulon Semarang mengalami depresi berat. Ini terjadi ketika anak juragannya di luar negeri yang berusia 10 tahun jatuh dari tangga pada waktu belajar tae kwon do, darahnya bercucuran. Karena bingung dan panik Suwaebah mengalami depresi. Anak dari pasangan Sumadi 50 tahun dan Zulaikhah (alm) ini merasa bersalah dan takut kalau sampai ia di penjara atau di hukum mati.

2. DIAGNOSIS

Pada mulanya Suwaebah bekerja di Hongkong pada seorang juragan yang sudah memiliki seorang pembantu, akan tetapi karena Suwaebah orang baru, di sering di suruh-suruh oleh pembantu yang lama, dan dibuat bulan-bulanan, dalam istilah jawanya diakali / digataki. Ketika Suwaebah mengadu kepada juragannya malah dia dimarahi karena juragannya lebih percaya pada pembantunya yang lama. Suwaebah ditawari untuk dialihkan ke juragan lain atau dipulangkan ke PT, dengan berbagai pertimbangan Suwaebah memilih untuk dialihkan juragan saja. Di tempat juragan yang baru, Suwaebah ditugasi memasak, padahal dia belum begitu bisa, karena di tempat juragan yang dulu dia bertugas mengasuh seorang kakek (manula). Maka Suwaebah memilih untuk bertukar tugas dengan temannya sesama pembantu di tempat yang baru untuk mengasuh anak juragannya yang hiperaktif berusia 10 tahum. Pada tanggal 20 Februari 2006 peristiwa naas itu terjadi, sampai sekarangpun Suwaebah tidak tahu lagi bagaimana keadaan anak juragannya, apa sembuh, cacat / meninggal dunia. Karena pada waktu kejadian Suwaebah kebingungan panik karena ketakutan naik turun tangga berulangkali dan akhirnya dia kehilangan ingatan. Syukurlah Suwaebah bisa pulang dengan selamat sampai ke rumah, bahkan uang gajinya masih utuh serta barang-barang yang di taruh di dalam tas ransel Suwaebah di antar oleh temannya sesama TKW dari Boja.

3. PROGNOSIS

Di rumah Suwaebah hanya bisa menangis, tertawa dan teriak-teriak bahkan sering berbicara sendiri siang malam, kadang tidak tidur semalam suntuk. Jika keluarganya lengah dia jingkrak-jingkrak keluar rumah seperti orang gila, maka pengawasan ekstra ketat dilakukan, pintu rumah selalu di kunci. Diperkirakan depresi ini terjadi karena perasaan bersalah dan takut yang berkepanjangan. Di sini pembimbing konseling menerapkan teori psikoanalitik di mana salah satu dari 5 teknik dasar psikoanalitik adalah teori asosiasi bebas, yaitu pemanggilan kembali pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatis di masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis (secara harfiah terharu).

4. PEMBERIAN BANTUAN

Dalam pemberian bantuan tidaklah perlu adanya kesabaran, keuletan dan waktu yang tidak singkat, karena ketika pembimbing konselor menerapkan teknik asosiasi bebas di mana pembimbing konselor mencoba mengembalikan ingatan dari bimbingan konseli pada saat peristiwa itu terjadi, betapapun menyakitkan, hal ini dilakukan guna membersihkan diri dari pemikiran dan renungan sehari-hari, karena apabila semuanya bisa terungkap diharapkan bisa meringankan beban fikiran binimbing konseli, karena perasaannya telah diarahkan kepada pembimbing konselor. Akan tetapi binimbing konseli sering tidak nyambung, tidak respek malah sering menangis bahkan tertawa terbahak-bahak, tak ayal menggerutu (berbicara sendiri). Usaha untuk memulihkan ingatan secara fisik juga dilakukan yaitu dengan cara memijit bagian dahi dan mencegak binimbing konseli dengan makan yang asam, karena makanan yang asam bisa melemahkan ingatan. Jadi selain menerapkan teori asosiasi bebas pembimbing konselor juga melakukan pemijatan di bagian dahi dan mencegah binimbing konseli dari makalan yang asam.



5. EVALUASI

Secara bertahap binimbing konseli sudah mulai bisa nyambung bila diajak berbicara dan sudah mulai menghentikan kebiasaan buruknya tertawa terbahak-bahak, menangis dan berbicara sendiri-sendiri dan syukur alhamdulillah akhirnya sembuh.

6. TINDAK LANJUT

Agar binimbing konseli lebih mendekatkan diri kepada Allah, banyak berdzikir, agar fikiran tidak kosong dan lebih tegar tangguh, dan sabar dalam menghadapi masalah dalam hidup ini. Diharapkan binimbing konseli yang sebelumnya tertutup juga lebih terbuka lebih-lebih jika mempunyai masalah, sehingga masalah yang dihadapi terasa lebih ringan dan masalah tersebut bisa didiskusikan untuk memperoleh jalan keluar.
Posted by Ibnu at 07:43 0 comments 
Labels: Psikologi, Psikoterapi 
MANAJEMEN STRESS ALA SUFI


PENDAHULUAN

Dalam sejarah manusia struktur sosial dan ekonomi kehidupan modern sekarang ini telah menciptakan lebih banyak stress dibanding masa-masa sebelumnya. Broken home dan ada beberapa sumber atau penyebab stress secara umum (yang oleh para psikolog disebut stressor) bisa berupa bencana besar (angin badai / tsunami, gempa bumi), kejadian-kejadian di dalam kehidupan individu (kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai karena kematian atau putus cinta) kondisi yang tidak menyenangkan (tinggal di suatu daerah yang pepat dan bising) dan masih banyak penyebab-penyebab stress yang lain.


PEMBAHASAN

1. Melacak penyebab laten stress 

Melampaui tekanan-tekanan stress dari luar (eksternal) yang berpengaruh besar terhadap stress, ada sumber batin stress yang sering kali terlalaikan. Ketika ada sumber stress yang diketahui pasti, seperti terdesak deadline rapat, kita sangat jelas dan gampang melihatnya, namun, ketika seseorang merasa stress tanpa alasan yang jelas, lalu apa penyebabnya.[1]

“Kita tahu kehidupan hanya dari simptom-simptomnya saja “, kata Albert Szent-eyorgyi, yang berarti bahwa kehidupan ini belum sepenuhnya teridentifikasi kan. “Apakah kehidupan itu, apakah kematian itu?” Apakah saya dilahirkan hanya untuk hidup dan mati ataukah ada tujuan yang lebih tinggi yang bisa kita capai dalam hidup ini. “Siapakah saya?” ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang menjejali pikiran-pikiran anak muda. Barangkali karena mereka tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya itulah penyebab mereka gampang marah, ngamuk, dan berontak. Apakah tujuan hidup mereka? Apakah yang harus mereka perjuangkan? Apakah nilai mereka? Prinsip? Fungsi?

Banyak orang mengalami stress serupa di dalam kaitannya, tetapi mereka tidak bisa menyuarakan kebingungannya dan karenanya terkadang membahayakan dirinya atau orang lain. Karena itu, berusaha hanya untuk mengobati efek-efek stress berarti hanya melihat problem dari tataran permukaannya saja, karena penyebab problem harus juga ditangani.

Para dokter mendedikasikan diri untuk mengobati pikiran dan emosi, sedangkan biara merawat atau menangani penyembuhan jiwa dan roh. Karena penyebab-penyebab batin stress inilah proses penyembuhan perlu melibatkan seluruh pribadi, bukan hanya sebagiannya.[2]

Ada beberapa penyebab stress, diantaranya :

1. Ketidak jelasan tujuan dalam hidup ini.

2. Pilihan-pilihan

3. Penerimaan masyarakat

4. Keterasingan

5. Nikah

6. Kekhawatiran finansial, pembayaran dan hutang

7. Deadline (jatuh tempo) atau ujian

8. Pekerjaan-pekerjaan kasar

9. Kekhawatiran-kekhawatiran kesehatan

10. Tempat tinggal yang amat padat

11. Kebisingan

12. Perpindahan

13. Lingkungan tetangga

14. Pertanggung jawaban

15. Harapan-harapan dan tuntutan (baik dirumah atau dimasyarakat

16. Kematian yang baru terjadi di keluarga

17. Pergaulan

18. Jalan raya

19. Peristiwa aktual

20. Fobia 

21. Kompetisi

22. Tuntutan diri

23. Promosi (jabatan)

24. Pemecatan

25. Penampilan fisik

26. Kesepian

27. Rasa jemu

28. Adat kebiasaan

29. Problem berat

30. Penyakit

31. Merokok

32. Alkohol

33. Obat keras

34. Seks.[3]

2. Hubungan Fikiran dan Tubuh 

Kita telah mengatakan bahwa setip orang mempunyai cara yang tertentu dalam merespon stress dengan menegangkan bagian - bagian tubuh tertentu dalam tubuhnya. Dengan cara ini,fostur tubuh kita merefleksikan keadaan fisik dan mental kita. Satu bagian tidak bisa dipisahkan dari bagian yang lainnya. Ternyata bekerja tidak saja berdasarkan efek – efek jejak yang telah ditinggalkan stress dalam tubuh, tetapi juga berdasarkan sebab–sebab stress.sangat menakjubkan bagaimana pikiran mempengaruhi tubuh dan bagai mana kita cenderung bereaksi terhadap situasi stress dengan menegangkan otot-otot kita. Kebanyakan, kalau bukan semuanya, ketegangan otot-otot diciptakan sendiri (self-produced).[4]

Namun, bukan hanya situasi negatif yang dapat menyebabkan stress. Stress pun bisa yang positif. pernikahan adalah salah satu contoh stress yang positif: contoh lainnya liburan, sesuatu yang telah anda rencanakan dan anda tunggu sejak lama. Tubuh tidaklah membedakan antara ‘’stress negatif “ dan “stress positif “, tetapi menganggap seluruh tekanan stress sebagai tuntutan-tuntutan terhadap tubuh, pikiran, dan energi. bahkan tubuh tidak membedakan akibat stress yang masih ada dan stress yang dalam ingatan saja. beberapa lama, setelah situasi stress usai, seseorang nampak masih mempertahankan reaksi-reaksi stress yang dikenal sebagai “Momentum stress” Reaksi stress yang seperti hantu ini tidaklah memiliki tujuan kecuali untuk menambah kerusakan tubuh dan menyia-nyiakan energi. untuk membuat supaya tahan stress (stress restated), anda harus berusaha berkomunikasi dengan tubuh anda dan menyadari sinyal-sinyal yang dikirimkan tubuh.[5]
Terapi Mengatasi Stress:

a. Relaksasi

Relaksasi adalah keheningan total. Ia adalah kemampuan untuk melampaui pikiran, waktu, ruang, dengan mencapai momen kedamaian dan ketenteraman batin.[6] Relaksasi hanya bisa terjadi ketika pikiran dan tubuh hening, ketika ritme otak berubah dari sebuah peta awas ke sebuah ritme alpha relaks. Dalam keadaan begitu, kimia yang menyebabkan kegelisahan menurun dan aliran darah ke otak-otak menurun, malah sebaliknya, darah mengalir ke otak dan kulit, memproduksi rasa hangat dan kalem.[7] Belajar rileks adalah langkah positif untuk tidak bereaksi secara berlebihan terhadap berbagai situasi stress. Relaksasi tidak terjadi secara spontan tetapi harus dipelajari. Secara klinis telah terbukti bahwa efek-efek relaksasi sangatlah berbeda dari efek-efek obat tidur, alkohol dan obat-obat keras.[8] Relaksasi adalah salah satu teknik dalam terapi perilaku.[9]

1) Kegunaan relaksasi 

- Burn (dikutip oleh Beech dkk, 1982) melaporkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi antara lain:

a) Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stres. 

b) Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi.

c) Mengurangi tingkat kecemasan. 

d) Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stres.

e) Meningkatkan penampilan kerja, sosial dan ketrampilan fisik. Hal ini mungkin terjadi sebagai hasil pengurangan tingkat ketegangan. 

f) Kelelahan, aktifitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan ketrampilan relaksasi

g) Relaksasi merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dan operasi

h) Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang-orang yang rileks dalam situasi interpersonal yang sulit akan lebih berpikir rasional.[10]

- Macam-macam relaksasi 

a) Relaksasi otot 

Bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melepaskan otot-otot badan (Bernstain dan Borkovec, 1975 Golbfried dan Davison, 1976, Walker dkk, 1981). Dalam latihan relaksasi otot, individu diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu dan kemudian diminta mengendorkannya. Sebelum dikendorkan penting dirasakan antara otot yang tegang dan otot yang lemas. Instruksi relaksasi otot dapat diberikan melalui tape recorder, dengan demikian individu dapat mempraktekkannya di rumah.[11]

b) Relaksasi kesadaran indera 

Relaksasi ini dikembangkan oleh Golbfried yang dipelajari dari Weitzman (Goldfried dan Davison, 1976). Dalam teknik ini individu diberi satu seri pertanyaan yang tidak untuk dijawab secara lisan, tetapi untuk dirasakan sesuai dengan apa yang dapat atau tidak dapat dihalangi individu pada waktu instruksi diberikan. Seperti pada relaksasi otot, instruksi relaksasi kesadaran indera juga dapat diberikan melalui tape recorder, sehingga dapat digunakan untuk latihan di rumah. 

c) Relaksasi melalui hipnosa. 

d) Relaksasi melalui yoga

e) Relaksasi melalui meditasi.[12]

Menghentikan aktifitas mental untuk sementara adalah jenis relaksasi yang paling baik, begitu aktifitas mental dimulai lagi, relaksasi berakhir. Terkadang ada begitu banyak masalah yang memadati rumah tangga mental anda, sehingga pikiran menjadi bingung dan gelisah, karena pikiran tidak dapat membuat keputusan yang benar, dan ia menjadi “mentok” cobalah jaga jarak dari segala sesuatu barang beberapa menit, dan beri istirahat dirimu. Setelah beberapa menit menjalankan relaksasi mental ini, menjadi lebih awas atas segala sesuatu yang akan menjadi jelas. Fikiran anda tentu akan lebih awas, segar, dan bahkan kreatif, dan anda mampu mengatasi problem anda dengan jauh lebih banyak energi. 

Istirahat alami:

1. Diamlah di tempat tenang dimana anda tidak akan terganggu. 

2. Cuci kaki, wajah, tangan anda dengan air hangat-hangat kuku atau paling tidak percikan sedikit ke wajah anda.

3. Duduk dengan paha menyilang dan nyamankan diri anda dengan senyaman mungkin.

4. Letakkan kedua tangan anda di pangkuan anda dengan nyaman.

5. Pejamkan mata anda selama waktu ini.

6. Mulailah tarik nafas dalam-dalam dan lebih penuh.

7. Berkonsentrasilah terhadap suara nafas anda ketika anda menghirup dan menghembus secara lembut dan merata.

8. Perhatikan kaki anda coba rasakan kaki dan kemudian rilekslah 

9. perhatikan paha anda sekarang dan lenturkan secara sadar

10. Bagaimana perut anda terasa? Coba lenturkan sepenuhnya

11. Sekarang lenturkan dada dan sekali lagi perhatikan nafas anda Rasakan bahu, lengan, dan tangan serta lenturkan semuanya

12. Rasakan leher dan lenturkan 

13. Rasakan kepala dan lenturkan

14. Perhatikan wajah anda sekarang dan lenturkan 

15. Berikan perhatian khusus pada otot-otot sangat kecil di sekitar mata anda dan lenturkan.

16. Lenturkan sekitar pelipis

17. Pastikan gigi anda tidak gemeretak dan lenturkan otot-otot rahang anda

18. Di mana lagi anda merasakan tegang? Maka rilekslah 

19. Letakkan seluruh tubuh (sekalipun begitu, hati-hati jangan sampai tubuh bungkuk dan tetaplah tegak).

Hal ini hanya akan berlangsung beberapa menit saja, barangkali selama coffee break, tetapi efek-efeknya akan sangat terasa berbeda sekedar meneguk secangkir kopi, merokok, minum alkohol, mengunyah permen, karena ini semua adalah pantangan-pantangan bagi diet dan pencegahan stres. Cobalah istirahat alami ini! Dan coba sejam untuk happy alami setelah kerja. Ini akan menyegarkan dan memberikan energi baru buat anda dan memberi jauh lebih banyak efek permanen dan positif.[13]

b. Afirmatif

Menurut Covey, bahwa afirmasi atau ketegasan memiliki lima dasar yaitu: pribadi, positif, masa sekarang, visual dan emosi. Jadi saya dapat menulis contoh seperti ini: “sangat menyenangkan (emosi)” bahwa saya (pribadi) berespon (masa sekarang) dengan kebijakan, kasih, ketegasan, dan kendali diri (positif)”. Apabila saya terjemahkan dalam shalat, maka kekuatan afirmasi shalat adalah sangat membahagiakan dan menenteramkan (emosi). Bahwa saya (pribadi) berespon (masa sekarang) dengan sifat Rahman dan Rahim, adil dan bijaksana (asmaul husna) dan melaksanakan sunnah-sunnah Rasul dengan mengendalikan diri melalui puasa (positif).[14] 

Lakukan afirmasi setiap hari setiap saat selalu “every day in everyway I am Getting better and better” setiap hari saya semakin sehat dan semakin baik. Ingatkan diri kita bahwa tubuh kita dapat sembuh secara alami dan dapat memperbaiki diri sendiri. Afirmasikan senantiasa bahwa “my body is a healing mechanism”[15]

Contoh afirmasi:

· Hadapkan wajah anda kepada Allah 

karena Dialah kebenaran

Berikan loyalitas anda kepada Allah

Dialah penolong yang terbaik

- Khalid Muhammad Khalid

Kulawan semua ketakutan. Akulah pemenang[16]

· Wajib bagimu untuk menyayangi dan memperhatikan sesama manusia karena mereka adalah hamba-hamba dan makhluk-makhluk-Nya, meskipun mereka telah berbuat durhaka. Jika kamu dapat melakukan hal seperti itu maka kamu akan mendapat pahala.

- Ibnu Arab[17]

· Yang pertama dipanggil ke surga mereka yang selalu memuji kepada Allah dalam segala hal

- Nabi Muhammad[18]

c. Shalat dan membaca al Qur'an 

1. Terapi Shalat

Kaum muslimin tidak ikut-ikutan orang lain untuk mencari ketenangan hidup dengan melakukan meditasi segala macam, seperti diketahui belakangan ini bermunculan kelompok meditasi di berbagai kota. Tujuan organisasi ini tidak lain adalah untuk menjaring para eksekutif yang ini makin banyak ditimpa penyakit modern, seperti stres dan gelisah.

Sungguh sangat disayangkan kalau ada kaum muslimin yang tertarik pada tata cara pengobatan seperti ini. Sebab cara syar’i bukan saja telah terjadi pelanggaran, karena bercampurnya lelaki dan perempuan dalam satu ruangan tanpa aturan yang jelas. Sebenarnya shalat jauh menerapkan terapi yang lebih efektif dan ampuh untuk penyakit-penyakit gelisah seperti itu. Tentunya apabila shalatnya yang ada ditegakkan dengan cara baik dan khusyu’ sayangnya yang kita lakukan selama ini shalat bukan dianggap sebagai suatu kewajiban, akan tetapi terkadang sebagai suatu beban, teori pengobatan berkata, apabila kita yakin, maka sebagian dari penyakit itu telah disembuhkan. 

Shalat bahkan bukan hanya akan memberikan kesembuhan terhadap beban-beban rohani akibat lelahnya menghadapi pertarungan hidup. Tapi juga akan memberikan kemenangan di dunia dan di akhirat. Orang yang shalatnya benar tenteram karena baru bertemu dengan Allah, penguasa segala sesuatu. Bertemu kepada Dzat yang menciptakan segala sesuatu di alam ini, termasuk jalan yang terbaik untuk hamba-Nya. Orang yang ketika menghadapi Tuhan mempunyai perasaan penghambaan seperti ini akan enteng hidupnya. Shalat akan dijadikan sebagai media memohon bimbingan di pasrahkan kepada-Nya, tawakkal.[19]

Rahasia dalam shalat:

1. Mengingatkan kita kepada Allah, menghidupkan rasa takut kepada-Nya menghidupkan khudlu’ dan tunduk kepada-Nya dan menumbuhkan di dalam jiwa, rasa kebesaran dan rasa ketinggian Allah swt serta mengesakan kebesaran dan kekuasaan-Nya.

2. Mendidik dan melatih kita menjadi orang yang tenang, orang yang dapat menghadapi segala kesusahan dengan hati yang tetap dan tenang.

3. Menjadi penghalang untuk mengerjakan kemungkaran dan keburukan.[20] 

2. Membaca al Qur'an 

Al Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw sebagai salah satu rahmat yang tidak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu ilahi yang menjadi petunjuk pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai serta mengamalkannya.[21]

Setiap mu’min yakin, bahwa membaca al Qur'an saja, sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu adalah kitab suci ilahi. Al Qur'an adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mu’min, baik di kala senang maupun di kala susah, di kala gembira atau di kala sedih. Malahan al Qur'an itu bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.

Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah yang bernama Ibnu Mas’ud ra meminta nasihat kepadanya: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah, pikiranku kusut, makan tidak enak tidur pun tak nyenyak”. 

Maka Ibnu Mas’ud menasihatinya, katanya: “Kalau penyakit itu yaitu menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, atau engkau dengan baik-baik orang yang membacanya, atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya, atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah, atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu.[22]

Setelah orang itu kembali ke rumahnya, diamalkanlah nasihat Ibnu Mas’ud ra itu. Dia memanggil wudhu kemudian diambilnya al Qur'an, terus dia baca dengan hati yang khusyu’. Selesai membaca al Qur'an berubahlah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram, pikirannya tenang, kegelisahannya hilang sama sekali.[23]

Selanjutnya apabila mendengarkan bacaan al qur'an dengan baik, dapat menghibur perasaan sedih, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras, serta mendatangkan petunjuk. Itulah yang dimaksudkan dengan rahmah Allah, yang diberikan kepada orang yang mendengarkan bacaan al Qur'an dengan baik.[24]

Dan bagi seorang mu’min membaca al Qur'an telah menjadi kecintaannya. Pada waktu membaca al Qur'an, ia sudah merasa seolah-olah jiwanya menghadap ke hadirat Allah yang maha kuasa, menerima amanat dan hikmat suci, memohon limpah karunia serta rahmat dan pertolongan-Nya. Membaca al Qur'an telah menjadi wiridnya (kebiasaannya) yang tertentu, baik siang ataupun malam. Dibacanya sehalaman demi sehalaman, satu surat demi satu surat dan satu jus demi satu jus, akhirnya sampai khatam (tamat). Tidak ada suatu kebahagiaan di dalam hati seseorang mu’min melainkan bila dia dapat membaca al Qur'an sampai khatam. Bila sudah khatam, itulah puncak dari segala kebahagiaan hatinya.[25]

Etika dalam membaca al Qur'an dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Etika yang berhubungan dengan batin

Yang termasuk di dalam etika ini adalah:

a. Memahami arti / asal kalimat

b. Cara hati membesarkan kalimat Allah

c. Menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas 

d. Memperluas perasaan dan membersihkan jiwa

Dengan demikian kandungan al Qur'an yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubari. Kesemuanya ini adalah etika yang berhubungan dengan batin, yaitu dengan hati dan jiwa.

2. Etika yang berhubungan dengan lahir.

Adapun yang termasuk dalam etika ini adalah:

a. Disunnatkan membaca al Qur'an sesudah berwudlu, dalam keadaan bersih, sebab yang dibaca adalah wahyu Allah.

b. Disunnatkan membaca al Qur'an di tempat yang bersih, seperti di rumah, surau, di mushalla dan ditempati-tempat lain yang dianggap bersih, tapi yang paling utama ialah di masjid.

c. Disunnatkan membaca al Qur'an menghadap kiblat. Membacanya dengan khusyu’ dan tenang, sebaiknya dengan berpakaian yang pantas.

d. Ketika membaca al Qur'an, mulut hendaknya bersih, tidak berisi makanan, sebaiknya sebelum membaca al Qur'an mulut dan gigi dibersihkan terlebih dahulu

e. Sebelum membaca al Qur'an, disunnatkan membaca taawudl, kemudian baru membaca basmalah.

f. Disunnatkan membaca al Qur'an dengan tartil

g. Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud ayat-ayat al Qur'an, disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu.

h. Sedapat-dapatnya membaca al Qur'an janganlah diputuskan hanyalah karena hendak berbicara dengan orang lain.[26]

Banyak para ulama berpendapat bahwa beberapa ayat al Qur'an memiliki keutamaan/khasiat tersendiri. Ayat-ayat tersebut apabila dibaca mampu memberikan ketenangan jiwa, terhindar dari berbagai godaan dan ancaman, bahkan bisa menyembuhkan penyakit.

Pada hakikanya, surat al Fatihah, apabila dibaca menyebabkan tertolaknya murka Allah swt.[27] Nabi bersabda: “Barang siapa yang membaca sepuluh ayat tertentu: Empat ayat dalam permulaan surat al Baqarah ayat 2-5 dan ayat kursi (surat al Baqarah ayat 255, lalu dua ayat 284, 285, 286) maka setan (keburukan) tidak akan memasuki; rumah hingga pagi hari. (diriwayatkan oleh hakim dan juga riwayat Thabrani, dari Ibnu Mas’ud ra).

Banyak para ulama mengatakan bahwa ayat kursi mempunyai banyak keutamaan apabila dibaca rutin setiap hari, di antaranya:

1. Dapat menghindarkan gangguan syaitan dan orang yang dhalim.

Caranya: Bacalah ayat kursi pada setiap permulaan siang dan setiap permulaan malam.

2. Dapat mendatangkan hajat

Caranya: bacalah ayat kursi ini 100 kali pada tengah malam setelah sholat hajat 

3. Menyembuhkan orang gila

Caranya : bacalah ayat kursi pada kepala orang yang gila sambil ditiup-tiupkan.[28] 

Surat-surat lain dalam al Qur'an yang memberi manfaat apabila dibaca secara rutin antara lain adalah:

1. Surat yasin yang menyebabkan tertolaknya haus dan dahaga pada hari kiamat

2. Surat al- waqi’ah yang menyebabkan terhindar dari kefakiran kemiskinan di dunia

3. Surat ad- duhan yang dapat menyebabkan tertolaknya huru-hara ketika hari kiamat

4. Surat al- Mulku menolakkan azab kubur

5. Surat al- Kautsar menolak segala dendam kesumat dan permusuhan

6. Surat al- kafirun, yang menolak kekufuran ketika sakarotul maut 

7. Surat al- Ikhlas, menolak sifat kemunafikan

8. Surat al- falaq, yang sifat hasud, dengki serta iri hati

9. Surat an- naas menolak segala macam was-was yang ada dalam hati

Demikianlah manfaat beberapa ayat dalam al Qur'an, jika ingin terhindar dari malapetaka, maka amalkanlah ayat-ayat al Qur'an tersebut diatas seserinhg mungkin, tinggal bagaimana caranya membagi waktu.[29]



KESIMPULAN

Dalam memanajemen stres dapat di terapi dengan berbagai cara seperti relaksasi, afirmasi, shalat, membaca al Qur'an dan lain-lain. Tetapi sebelum menerapi harus mengecek terlebih dahulu apa yang membuat orang tersebut stres, agar lebih cepat dan tepat dalam mengatasinya.



DAFTAR PUSTAKA


Agustian, Ari Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual ESQ Emosional Spiritual Quotient Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam, Jakarta, Argha, 2001.

Al Kumayi, Sulaiman, Kecerdasan dengan Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Lewat Penerapan Dengan Nama Allah, Bandung, Hikmah, cet. 1, 2003.

ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Shalat, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, cetakan IV, 2000.

Behbehani, Soraya Hasan, Ada Nabi dalam Diri, diterjemahkan oleh Cecep Fandi Bihar Anwar, Jakarta, PT. Serambi Alam Semesta, cet I, 2003.

Hasan,Maimunah, al Qur'an dan Pengobatan Jiwa, Yogyakarta, Bintang Cemerlang, cet. II, 2001.

http://www.moslemsourcess.com.id/NEWS/detail.php.cetIdanII=100 

http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri.2002/03/3/manol.html 

Utami,. Muhanna Sofiati, Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet 1, 2003.


[1] Soraya Hasan Behbehani, Ada Nabi dalam Diri, diterjemahkan oleh Cecep Fandi Bihar Anwar, Jakarta, PT. Serambi Alam Semesta, cet I, 2003, hlm. 189

[2] Ibid, hlm. 190-192

[3] Ibid, hlm.173-179

[4] Ibid, hlm 173-174.

[5] Ibid, hlm 176.

[6] Ibid, hlm 184.

[7] Ibid, hlm 185.

[8] Ibid, hlm 186.

[9] Muhanna Sofiati Utami, Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet 1, 2003, hlm. 139

[10] Ibid, hlm. 142-145

[11] Ibid, hlm. 145-146

[12] Ibid, hlm. 159-166

[13] Soraya Susan Behbehani, op. cit., hlm. 187-188

[14] Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual ESQ Emosional Spiritual Quotient Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam, Jakarta, Argha, 2001, hlm. 198

[15] http://www. Sinar Harapan.co.id/ekonomi/mandiri.2002/03/3/manol.html

[16] Sulaiman al Kumaya, Kecerdasan dengan Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Lewat Penerapan Dengan Nama Allah, Bandung, Hikmah, cet. 1, 2003, hlm. 79

[17] Ibid, hlm. 131

[18] Ibid, hlm. 137

[19] http://www. Moslem Sourcess.com.id/NEWS/detail.php.cet I dan II = 100

[20] Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, cetakan IV, 2000, hlm. 558-559

[21] Maimunah Hasan, al Qur'an dan Pengobatan Jiwa, Yogyakarta, Bintang Cemerlang, cet. II, 2001, hlm. 127

[22] Ibid, hlm. 128-129

[23] Ibid, hlm. 133

[24] Ibid, hlm. 133

[25] Ibid, hlm, 136

[26] Ibid, hlm. 136

[27] Ibid, hlm. 138-143

[28] Ibid, hlm. 161

[29] Ibid, hlm. 175-176
Posted by Ibnu at 07:36 0 comments 
Labels: Psikoterapi, Sufi, Tasawuf 
KONSEP MANUSIA MENURUT PSIKOLOGI DAN ISLAM

(STUDI KOMPARATIF)




I. PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini.[1] Oleh karenanya manusia dijadikan khalifah Tuhan di bumi[2] karena manusia mempunyai kecenderungan dengan Tuhan.

Berbicara dan berdiskusi tentang manusia selalu menarik dan karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam arti tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai, selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia.[3]


II. PEMBAHASAN

Sikap seseorang biasanya ikut dipengaruhi oleh bagaimana pandangannya terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Seseorang yang memandang dirinya sebagai yang berkuasa dan orang lain sebagai yang dikuasai cenderung bersikap otoriter. Pandangan evolusionisme biologis tentang manusia, bahwa manusia adalah binatang mamalia yang cerdas, berbeda sekali dengan pandangan spiritualisme Hindu, bahwa hakekat manusia adalah roh (atman)nya. Kalau pendidikan atau pembangunan suatu masyarakat di dasarkan kepada pandangan pertama, yang akan di perhatikan adalah pendidikan, jasmani, dan penalaran. Kalau pendidikan dan pembangunan itu di dasarkan kepada pandangan spiritualisme, yang akan diperhatikan tentu hanya pendidikan kerohanian. Demikianlah seterusnya, perbedaan sikap, orientasi pendidikan dan pembangunan pada hakekatnya kelanjutan dari bagaimana pandangan yang melaksanakannya terhadap manusia. Islam juga mengajarkan pandangan tertentu tentang manusia. Sebelum pandangan Islam ini diuraikan, terlebih dahulu ada baiknya difahami dulu perbedaan dan kelebihan manusia di banding dengan makhluk lainnya.[4]

1. Manusia menurut Islam

Dalam al-Qur’an ada beberapa kata untuk merujuk kepada arti manusia yaitu insan, basyar dan bani Adam. Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti “penampakan sesuatu yang baik dan indah”. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia disebut basyar karena kulitnya tampak jelas. Dan berbeda jauh dari kulit hewan yang lain. Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriyah serta persamaanya dengan manusia seluruhnya, karena Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan seperti yang terungkap pada al-Qur’an.

“Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang di beri wahyu” 

(Q.S. Al-Kahfi, 18 : 110)

Dari sisi lain dapat diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata basyar dengan mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. Misalnya Allah berfirman yang artinya sebagai berikut:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari sel, kemudian kamu menjadi basyar, kamu bertebaran” (Q.S. Ar- Rum, 30 : 20).

Bertebaran disini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran karena mencari rizki kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itu Siti Maryam as, mengungkapkan keherananya manakala akan dapat anak padahal ia tidak pernah disentuh oleh basyar (manusia) yang menggaulinya dengan berhubungan seks. (Qs Ali Imron, 3 : 47). Begitulah terlihat, penggunaan kata basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul suatu tanggung jawab (amanat). Dan karena itu pula, tugas khalifah di bebankan kepada basyar (Qs Al Hajr 15 : 28 yang menggunakan basyar).

Sedangkan kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Pendapat ini jika dilihat dari sudut pandang al-Qur’an lebih tepat dibanding dengan yang berpendapat bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa, lalai) atau nasa-yanusu (terguncang). Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya. Jiwa dan raga, psikis dan fisik, manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, adalah akibat perbedaan fisik, psikis (mental) dan kecerdasan.

Yang jelas sekali kita dapat melihat bahwa al-Qur’an menyebutkan jiwa manusia sebagai suatu sumber khas pengetahuan. Menurut al-Qur’an seluruh alam raya ini merupakan manifestasi Allah, di dalamnya terdapat tanda-tanda serta berbagai bukti untuk mencapai kebenaran. Al-Qur’an mendefinisikan dunia eksternal sebagai al-ayat dan dunia internal sebagai jiw, dan dengan cara ini mengingat kita akan pentingnya jiwa manusia itu ungkapan tanda-tanda dan jiwa-jiwa yang terdapat dalam kepustakaan Islam bersumber dari pertanyaan sebagai berikut :

“Aku akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan-Ku dari yang terbentang di horison ini dan dari jiwa mereka sendiri, sehingga tahulah mereka akan kebenaran itu”. (Q.S Fushilat, 41 : 53)

Dalam al-Qur’an, manusia berulangkali diangkat derajatnya karena aktualisasi jiwanya secara positif, sebaliknya berulangkali pula manusia direndahkan karena aktualisasi jiwa yang negatif. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surgawi, bumi dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan makhluk hewani. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah” juga karena jiwanya.[5]

2. Manusia menurut Psikologi

Manusia sejak semula ada dalam suatu kebersamaan, ia senantiasa berhubungan dengan manusia-manusia lain dalam wadah kebersamaan, persahabatan, lingkungan kerja, rukun warga dan rukun tetangga, dan bentuk-bentuk relasi sosial lainnya. Dan sebagai partisipan kebersamaan sudah pasti ia mendapat pengaruh lingkungannya, tetapi sebaliknya ia pun dapat mempengaruhi dan memberi corak kepada lingkungan sekitarnya. Manusia dilengkapi antara lain cipta, rasa, karsa, norma, cita-cita dan nurani sebagai karakteristik kemanusiaannya, kepadanya diturunkan pula agama agar selain ada relasi dengan sesamanya, juga ada hubungan degan sang pencipta.[6]

a. Manusia menurut psikologi Barat

Bertolak dari pengertian psikologi sebagai ilmu yang menelaah perilaku manusia, para ahli psikologi umumnya berpandangan bahwa kondisi ragawi, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan merupakan penentu-penentu utama perilaku dan corak kepribadian manusia. Determinan tri-dimentional organo-biologi, psiko-edukasi dan sosiokultural in dapat dikatakan dianut oleh semua ahli di dunia psikologi dan psikiatri. Dalam hal ini untuk ruhani sama sekali tak masuk hitungan, karena dianggap termasuk dimensi kejiwaan dan merupakan penghayatan subjektif semata-mata.

Selain itu psikologi, apapun alirannya menunjukkan bahwa filsafat manusia yang mendasarinya bercorak anthroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat dari segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama segala peristiwa yang menyangkut masalah manusia dan kemanusiaan. Pandangan ini menyangkut derajat manusia ke tempat teramat tinggi, ia seakan-akan prima causa yang unik. Pemilik akal budi yang sangat hebat, serta memiliki pula kebebasan penuh untuk berbuat apa yang dianggap baik dan sesuai baginya.

Sampai dengan penghujung abad XX ini terdapat empat aliran besar psikologi :

- Psikoanalisis (psychoanalysis)

- Psikologi perilaku (behavior psychology)

- Psikologi humanistik (humanistic psychology)

- Psikologi transpersonal (transpersonal psychology)

Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut pandang berlainan dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia.[7]

Menurut Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 kategori : aspek biologis (struktur ID), psikologis (struktur ego), dan sosiologis (struktur super ego). Dengan pembagian 3 aspek ini maka tingkatan tertinggi kepribadian manusia adalah moralitas dan sosialitas, dan tidak menyentuh pada aspek keagamaan, lebih lanjut Freud menyatakan bahwa tingkatan moralitas digambarkan sebagai tingkah laku yang irasional, sebab tingkah laku hanya mengutamakan nilai-nilai luas, bukan nilai-nilai yang berada dalam kesadaran manusia sendiri.[8]

Teori Freud ini banyak mendapat kecaman dari psikolog lain, Paul Riccoeur misalnya menyatakan bahwa teori Freud telah memperkuat pendapat orang-orang atheis, tetapi ia belum mampu menyakinkan atau membersihkan imam orang-orang yang beragama.

Psikolog lain yang membantah teori Freud adalah Allport, menurutnya pemeluk agama yang sholeh justru mampu mengintegrasikan jiwanya dan mereka tidak pernah mengalami hambatan-hambatan hidup secara serius. Ringkasnya perlu adanya aspek agama dalam memahami kepribadian manusia.[9]

b. Manusia menurut psikologi Islam

Sebagaimana diterangkan di atas, bahwa teori Freud tentang kepribadian manusia mendapat kecaman, maka ditawarkanlah manusia dalam perspektif psikologi Islam.

Penentuan struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari pembahasan substansi manusia, sebab dengan pembahasan substansi tersebut dapat diketahui hakikat dan dinamika prosesnya. Pada umumnya para ahli membagi subtansi manusia atas jasad dan ruh, tanpa memasukkan nafs. Masing-masing aspek yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan, jasad tanpa ruh merupakan substansi yang mati, sedang ruh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi, karena saling membutuhkan maka diperlukan perantara yang dapat menampung kedua naluri yang berlawanan, yang dalam terminologi psikologi Islam disebut dengan nafs. Pembagian substansi tersebut seiring dengan pendapat Khair al-Din al-Zarkaly yang di rujuk dari konsep Ikhwan al-Shafa.

1) Substansi jasmani

Jasad adalah substansi manusia yang terdiri atas struktur organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna di banding dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. Setiap makhluk biotik lahiriyah memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air.[10]

Jisim manusia memiliki natur tersendiri. Al-Farabi menyatakan bahwa komponen ini dari alam ciptaan, yang memiliki bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam serta berjasad yang terdiri dari beberapa organ. Begitu juga al-Ghazali memberikan sifat komponen ini dengan dapat bergerak, memiliki ras, berwatak gelap dan kasar, dan tidak berbeda dengan benda-benda lain. Sementara Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen materi, sedang menurut Ibnu Maskawaih bahwa badan sifatnya material, Ia hanya dapat menangkap yang abstrak. Jika telah menangkap satu bentuk kemudian perhatiannya berpindah pada bentuk yang lain maka bentuk pertama itu lenyap.[11]

2) Substansi rohani

Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi kehidupannya. Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism latief), ada yang substansi sederhana (jaubar basiib), dan ada juga substansi ruhani (jaubar ruhani). Ruh yang menjadi pembeda antara esensi manusia dengan esensi makhluk lain. Ruh berbeda dengan spirit dalam terminologi psikologi, sebab term ruh memiliki arti jaubar (subtance) sedang spirit lebih bersifat aradh (accident).

Ruh adalah substansi yang memiliki natur tersendiri. Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan awal jisim alami manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Sedang bagi al-Farabi, ruh berasal dari alam perintah (amar) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad.[12]

Menruut Ibnu Qoyyim al-Jauzy menyatakan pendapatnya bahwa, roh merupakan jisim nurani yang tinggi, hidup bergerak menembusi anggota-anggota tubuh dan menjalar di dalam diri manusia. Menurut Imam al-Ghazaly berpendapat bahwa roh itu mempunyai dua pengertian : roh jasmaniah dan roh rihaniah. Roh jasmaniah ialah zat halus yang berpusat diruangan hati (jantung) serta menjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah) tersebut ke seluruh tubuh, karenanya manusia bisa bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai perasaan serta bisa berpikir, atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohaniah adalah bagian dari yang ghaib. Dengan roh ini manusia dapat mengenal dirinya sendiri, dan mengenal Tuhannya serta menyadari keberadaan orang lain (kepribadiam, ber-ketuhanan dan berperikemanusiaan), serta bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.

Prof. Dr. Syekh Mahmoud Syaltout mengatakan bahwa roh itu memang sesuatu yang ghaib dan belum dibukakan oleh Allah bagi manusia, akan tetapi pintu penyelidikan tentang hal-hal yang ghaib masih terbuka karena tidak ada nash agama yang menutup kemungkinannya.[13]


III. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat kami simpulkan terdapat poin-poin penting, yaitu :

1. Manusia terdiri dari 2 substansi yaitu substansi jasad dan substansi roh

2. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka bumi.

3. Hakikat psikologi Islam dapat dirumuskan yaitu kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI

Dr. Rifaat Syauqi Nawawi, MA., dkk., Metodologi Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.

Bustanuddin Agus, al-Islam, PT. Raja Grafindo persada, Jakarta, 1993.

Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995.

Abdul Mujib, M.Ag, dan Yusuf Muzakir, M.Si., Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah, Offset Indah, Surabaya, 1993.



[1] Q.S. 95 : 4

[2] Q.S. 2 : 30

[3] Dr. Rifaat Syauqi Nawawi, MA., dkk., Metodologi Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hal. 3

[4] Bustanuddin Agus, al-Islam, PT. Raja Grafindo persada, Jakarta, 1993, hal. 18-19

[5] Dr. Rifaat Syauqi Nawawi, MA., dkk., op.cit., hal. 5-7

[6] Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hal. 48

[7] Ibid., hal. 49

[8] Abdul Mujib, M.Ag, dan Yusuf Muzakir, M.Si., Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 70

[9] Ibid., hal. 71

[10] Ibid., hal. 38-40

[11] Ibid., hal. 41

[12] Ibid., hal. 41-42

[13] Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah, Offset Indah, Surabaya, 1993, hal. 15-16
Posted by Ibnu at 07:25 0 comments 
Labels: Psikologi, Psikoterapi 
KONSELING ISLAMI


PENDAHULUAN

Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan segenap kemampuan potensial kepada manusia, yaitu kemampuan yang mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan yang mengarah para hubungan manusia dengan sesama manusia dan dunianya. Penerapan segenap kemampuan potensial itu secara langsung berkaitan dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wujud ketaqwaan manusia pada Tuhan hendaklah seimbang dan lengkap, mencakup hubungan manusia dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan manusia dan dunianya.

Dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah yang demikian itu, berarti yang bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku yang tidak keluar dari ketentuan dan petunjuk Allah, dengan hidup serupa itu maka akan tercapailah kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.


PEMBAHASAN

Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Dengan demikian bimbingan Islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan al-Qur’an dan sunnah Rasul.

Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibimbing, dibantu, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah.

Konflik-konflik batin dalam diri manusia yang berkenaan dengan ajaran agama (Islam maupun lainnya) banyak ragamnya, oleh karenanya diperlukan selalu adanya bimbingan dan konseling Islami yang memberikan bimbingan keagamaan kepada individu agar mampu mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam QS. Al-Ankabut, 29 : 2, dan QS. Luqman, 31 : 7.[1]

Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islami

Bimbingan dan konseling Islam berlandaskan terutama pada al-Qur’an dan Hadits atau sunnah Nabi, di tambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan. Berdasarkan landasan-landasan tersebut dijabarkan asas-asas atau prinsip-prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam sebagai berikut :

1. Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat (al-Baqarah, 2 : 201), (ar-Ra’ad, 13 : 26, 28-29), (al-Qashash, 28 : 77)

2. Asas fitrah (ar-Rum, 30 : 30)

3. Asas lillahi ta’ala (al-An’am, 6 : 162), (adz-Dzariyat, 51 : 56), (al-Bayinah, 98 : 5)

4. Asas bimbingan seumur hidup

5. Asas kesatuan jasmaniah–rohaniah (al-Baqarah, 2 : 187)

6. Asas keseimbangan rohaniah (al-A’raf, 7 : 179)

7. Asas Kemaujudan individu (al-Qomar, 54 : 49), (al-Kahfi, 18 : 29)

8. Asas sosialitas manusia (an-Nisa, 4 : 1).[2]

Tujuan Konseling

Secara umum tujuan bimbingan dan konseling Islami adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk membantu individu agar menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah, sehingga perilakunya tidak keluar dari aturan, ketentuan dan petunjuk Allah.

Fungsi Konseling

Kegiatan konseling Islami dapat berfungsi sebagai berikut :

1. Fungsi preventive : yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya

2. Fungsi kuratif atau korektif : yaitu membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

3. Fungsi preservative : yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama (in state of good)

4. Fungsi developmental atau pengembangan : yaitu membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya.

Jenis Layanan Konseling Islam

Jenis-jenis layanan yang ada dalam konseling Islam adalah mencakup :

1. Konseling pernikahan dan keluarga

2. Konseling pendidikan

3. Konseling sosial

4. konseling karir

5. Konseling keagamaan

Proses Konseling

Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut Brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (konselor dan klien).

Secara umum proses konseling dibagi atas tahapan :

1. Tahap awal konseling

Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu, kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal dilakukan konselor sebagai berikut :

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien

b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah

c. Membuat penaksiran dan penjajakan

d. Menegosiasikan kontrak

2. Tahap pertengahan (tahap kerja)

Tujuan-tujuan tahap pertengahan ini yaitu :

a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu dan kepedulian klien lebih jauh

b. Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara

c. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.

3. Tahap akhir konseling (tahap tindakan)

Pada tahap akhir konseling ditandai beberapa hal yaitu :

- Menurunnya kecemasan klien

- Adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamik

- Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas

- Terjadinya perubahan sikap positif.

Tujuan-tujuan tahap akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai

b. Terjadinya transfer of learning pada diri klien

c. Melaksanakan perubahan perilaku

d. Mengakhiri hubungan konseling

Hubungan Konselor dan Konseling

Rogers mendefinisikan hubungan konseling sebagai : “hubungan seorang dengan orang lain yang datang dengan maksud tertentu”. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kematangan. Memperbaiki fungsi dan memperbaiki kehidupan.

Hubungan konseling mengandung harapan bagi klien dan konselor, juga memiliki tujuan yang jauh yaitu tercapainya perkembangan klien. Hubungan konseling terjadi dalam suasana keakraban antara konselor dan klien (intimate), mengacu pada perkembangan potensi dan memecahkan masalah klien, mengurangi kecemasan, dan ada komitmen (keterikatan) antara kedua belah pihak (konselor–klien).

Pendekatan Konseling

Dalam bukunya Dr. Sofyan S. Willis, Pendekatan Konseling (Counseling Approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling.

Untuk menyelesaikan kasus, harus dicoba secara kreatif memilih bagian-bagian dari beberapa pendekatan yang relevan, kemudian secara sintesis–analitik diterapkan kepada kasus yang dihadapi. Pendekatan seperti itu dinamakan Creative–Synthesis–Analytic (CSA). Allen E. Ivey (1980) menyebut pendekatan CSA ini dengan nama Electric Approach yaitu memilih secara selektif bagian-bagian teori yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan konselor.[3]



DAFTAR PUSTAKA

Faqih, Aunur Rahim, 2001, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta : UII Press.

Prayitno, 1999, Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.

Willis, Sofyan S., 2004, Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung : Alfabeta.


[1] Prayitno, 1999, Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.

[2] Faqih, Aunur Rahim, 2001, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta : UII Press.

[3] Willis, Sofyan S., 2004, Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung : Alfabeta.
Posted by Ibnu at 07:19 0 comments


2 komentar:

  1. Alhamdulillah saya telah meng-copy webpage ini, jazakallahu khoir

    BalasHapus
  2. Sakit jiwa pasti akan sembuh dengan beribadah kepada allah swt dan memperbanyak membaca kitab suci alquran.

    http://www.superartikelblog.xyz/

    BalasHapus